(Oleh : Lilis Karsina)
Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung Fakultas Teknik dan Sains Prodi Konservasi Sumber Daya Alam
Nuansababel.com, Mangrove merupakan perpaduan bahasa Portugis mangue (tumbuhan laut) dan bahasa Inggris grove (semak belukar) sehingga mangrove dapat diartikan sebagai semak belukar yang tumbuh di tepi laut. Mangrove dapat dinilai sebagai komunitas, yaitu komunitas atau kumpulan tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar garam/salinitas (pasang surut air laut); dan dapat juga didefinisikan sebagai individu spesies (Kurniawan et al., 2018).
Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan yang secara nyata memiliki
banyak pulau. Hal tersebut didukung juga dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia pada Pasal 25A yang menyebutkan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang”.
Perihal Indonesia sebagai wilayah kepulauan maka akan bersandingan dengan aktivitas masyarakat Indonesia yang bergelut dalam bidang kemaritiman. Salah satu bidang kemaritiman yang ada dalam pola
hubungan alam dengan masyarakat yakni berkaitan dengan pemanfaatan
lingkungan alam sekitar yang berhubungan dengan laut diantaranya yaitu keberadaan hutan mangrove.
Hutan mangrove memiliki potensi sumber daya alam yang sangat banyak untuk dimanfaatkan.
Mangrove memiliki peranan penting baik secara ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis, mangrove berperan sebagai pelindung pantai dari angin, gelombang dan badai. Tegakan mangrove berperan sebagai benteng biologis pemukiman, bangunan dan pertanian dari angin kencang atau intrusi air laut.
Secara ekonomis, mangrove dapat dimanfaatkan langsung untuk keperluan sehari-hari seperti kayu bakar, bahan bangunan, keperluan rumah tangga, kertas, obat-obatan, kulit kayu dan arang bahkan buahnya dapat diolah menjadi aneka makanan dan minuman (Khoiriah, et al.,2015).
Berbagai fungsi serta manfaat hutan mangrove yaitu fungsi fisik, fungsi
biologis dan fungsi ekonomis. Hutan Mangrove secara fisik berfungsi sebagai peredam gelombang dan angin agar tidak merusak daratan, menahan abrasi pantai, mencegah terjadinya intrusi air laut.
Fungsi hutan mangrove secara biologis antara lain sebagai tempat berkembangbiak bagi berbagai jenis ikan, kepiting, udang dan jenis hewan lainnya. Secara sosial ekonomis, keberadaan hutan mangrove juga menjadi sangat penting karena bisa menjadi tempat wisata alam, selain itu juga menghasilkan berbagai produk baik kayu dan non kayu yang menjadi daya dukung bagi kehidupan masyarakat yang tinggal disekitarnya.
Ekosistem hutan mangrove yang rusak akan semakin cepat seiring dengan meningkatnya usaha-usaha perekonomian dan pembangunan di daerah pantai. Hal tersebut berbanding terbalik dengan pola pemanfaatan lahan oleh masyarakat di Provinsi Bangka Belitung.
Pemanfaatan lahan, khususnya lahan
hutan mangrove mengalami evolusi penurunan angka ekosistemnya. Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Walhi Kepulauan Bangka Belitung telah
mencatat terkait kehilangan hutan mangrove sekitar 240.467, 98 hektar atau dengan kata lain yang tersisa tinggal 33.224, 83 hektar.
Kehilangan hutan mangrove tersebut terjadi bukan hanya mendasarkan pada eksploitasi pertambangan timah di laut namun juga berkaitan dengan perubahan pengelolaan lahan mangrove menjadi pertambakan dan pembangunan infrastruktur tak ramah lingkungan. Pola pengelolaan lahan mangrove yang “sekedar” mencari keuntungan sesaat namun tidak dibarengi dengan tata kelola yang berbasis pada lingkungan.
Seiring dengan munculnya sisi negatif terhadap lingkungan hutan mangrove akibat pola kebijakan pengelolaan lahan yang tidak mendasarkan pada pola pembangunan ramah lingkungan sehingga berpotensi nilai guna ekosistem di wilayah hutan mangrove menurun.
Problematika terkait dengan pelestarian lingkungan di wilayah pesisir secara tidak langsung berafiliasi dengan kebijakan atau aturan terkait dengan pola pemanfaatan lahan mangrove di wilayah pesisir pulau Bangka secara khusus dan di kepulauan Bangka Belitung secara umum.
Berdasarkan data di atas, maka perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai kebijakan pemanfaatan lahan dalam wilayah hutan mangrove di kepulauan Bangka Belitung khususnya di wilayah Pesisir Timur Pulau Bangka untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Adapun maksud penulisan penelitian ini berupa pengaturan kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan lahan hutan mangrove dalam perspektif hukum yang bisa digunakan sebagai acuan dasar dan mengetahui pengawasan pemanfaatan dan
pengelolaan lahan mangrove di kepulauan Bangka Belitung.
Sudah saatnya kita menggunakan pemanfaatan terkait hutan mangrove
untuk menjadikan Bangka Belitung sebagai icon ataupun inisiator dari
keberlangsungan hutan mangrove yang telah membuat dampak signifikan dari banyak sektor. Potensi yang dimiliki hutan mangrove merupakan resolusi bagi pelestarian lingkungan yang massif dan sustainable. (red)