Konservasi Mangrove dan Pertambangan Ilegal

Img 20230108 012742
banner 468x60

Oleh: Rani ahka
(Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Bangka BelitungFakultas Teknik dan Sain Prodi Konservasi Sumber Daya Alam)

Nuansababel.com, Penambangan timah hanya dilakukan di daratan Bangka Belitung. Namun semakin sulitnya mendapatkan lokasi yang kaya timah di daratan, hasil penambangan di darat yang terus merosot, dan biaya operasional yang semakin melambung membuat masyarakat dan perusahaan penambang timah mengalihkan prioritas penambangan ke laut.

Penambangan laut yang menggunakan kapal keruk atau kapal isap dengan jarak sekian mil dari bibir pantai juga sangat potensial merusak ekosistem laut. Berton-ton pasir yang dikeruk atau disedot dari dasar laut, setelah dilakukan pemisahan antara biji timah dan pasir atau lumpur, maka limbah yang ada ini langsung dibuang begitu saja kelaut mengakibatkan sedimen menutup terumbu karang dan menyebabkan rusak dan matinya terumbu karang.

Rusaknya terumbu karang berakibat pada berkurangnya sumber daya ikan di wilayah perairan Bangka Belitung, karena terumbu karang merupakan tempat hidup dan berkembangbiak ikan-ikan. Ikan yang semakin berkurang membuat banyak nelayan kehilangan mata pencaharian. Kemiskinan pun semakin meningkat.

Salah satu ekosistem di pantai-pantai adalah hutan mangrove atau hutan bakau. mangrove merupakan ekosistem penyangga di pantai yang terdapat di daerah pasang surut. Keberadaan hutan mangrove yang sehat diperlukan oleh biota laut untuk dapat berkembang biak sehingga akan menentukan banyak tidaknya ikan atau hasil laut lainnya yang dapat ditangkap nelayan. Disamping itu hutan bakau berguna untuk menangkal abrasi pantai akibat gempuran ombak.

Namun, sangat disayangkan karena akhir-akhir ini kerusakan pada kawasan mangrove kian bertambah dikarenakan kegiatan industri pertambangan, pembukaan lahan tambak, dan pembuangan limbah pada kawasan mangrove. Hal tersebut tentu berpengaruh terhadap fungsi dari kawasan mangrove.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Rehabilitasi dan Perhutanan Sosial, tingkat kerusakan hutan mangrove saat ini seluas 5,9 juta hektar atau sekitar 68,8 %. Hal tersebut tentu berujung kepada degradasi kawasan pesisir oleh air laut karena tidak adanya kawasan mangrove sebagai penahan gelombang serta terganggunya ekosistem keanekaragaman hayati di kawasan pesisir.

Upaya rehabilitasi mangrove yang umum dilakukan adalah penanaman mangrove yang bertujuan untuk mengembalikan fungsi kawasan hutan mangrove. Upaya rehabilitasi dapat mengembalikan peranan mangrove sebagai penyimpan karbon yang akan sangat berpengaruh terhadap perubahan iklim.

Jika Indonesia serius dalam penanganan perubahan iklim, maka upaya rehabilitasi kawasan mangrove menjadi perhatian serius yang harus segera ditindaklanjuti. Karena upaya tersebut tidak hanya bertujuan untuk mengembalikan kawasan mangrove dan mengurangi perubahan iklim, namun juga untuk mengembalikan kualitas lingkungan pesisir yang baik bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.

Upaya rehabilitasi tersebut dilakukan dengan adanya kolaborasi antara masyarakat, stakeholder, LSM, dan pihak pemerintah. Upaya rehabilitasi dapat dilakukan dimulai dengan pendekatan masyarakat, pemulihan kawasan hutan dengan kegiatan penanam mangrove, pembangunan pelindung pantai, dan pendekatan ekonomi. Upaya rehabilitasi yang dilakukan bukan hanya sekadar kegiatan penanaman tanaman mangrove, namun juga dilanjutkan dengan kegiatan pemeliharaan, pengawasan, dan pengelolaan harus dilakukan secara berkelanjutan.

Dengan dilakukannya rangkaian kegiatan rehabilitasi tersebut secara bekerjasama antara semua pihak serta terus berkelanjutan, maka upaya kita untuk mengurangi perubahan iklim dapat tercapai dan dampak-dampak positif pun dapat kita semua rasakan. (red)

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *