Oleh : Fahri Dipa Saputra
(Mahasiswa Universitas Muhamadiyah Bangka Belitung Fakultas Teknik dan Sains Prodi Konservasi Sumber Daya Alam)
Nuansababel.com, Istilah “mangrove” digunakan sebagai pengganti istilah bakau untuk menghindari kemungkinan salah pengertian dengan hutan yang terdiri atas pohon bakau (Rhizophora). Hutan mangrove mempunyai tajuk yang rata dan rapat serta memiliki jenis pohon selalu berdaun. Keadaan lingkungan di mana hutan mangrove tumbuh mempunyai faktor-faktor yang ekstrim seperti salinitas air tanah dan tanahnya selalu tergenang air (Anwar, 1984 dalam Anurogo, 2015).
Kata mangrove digunakan untuk menyebut jenis pohon-pohon atau semak-semak yang tumbuh diantara batas air tertinggi saat air pasang dan batas air rendah sampai di atas rata-rata permukaan laut, menurut (Mac Nae, 1968 dalam Anurogo, 2015).
Ekosistem mangrove terdistribusi di seluruh Kepulauan Indonesia (Noor et al. 1999), terutama di sepanjang pantai timur Sumatera, pantai utara Jawa, pesisir barat dan timur Kalimantan, lansekap teluk terlindung di Sulawesi, pulau-pulau kecil di Maluku, dan pesisir selatan Papua. Mangrove tumbuh pada lansekap pantai berlumpur, teluk terlindung, delta, dan pulaupulau kecil.
Hingga kini, Indonesia masih menjadi negara dengan mangrove terluas di dunia, meskipun deforestasi dan degradasi mangrove terus terjadi (Spalding et al. 2010; Giri et al. 2011; Richards dan Friess 2016; Bunting et al. 2018). Pengelolaan sumber daya alam, termasuk ekosistem mangrove, tidak dapat terlepas dari kebutuhan data dan informasi geospasial (Hartini et al. 2010; Saputro et al. 2012).
Akan tetapi, kuantifikasi luas mangrove Indonesia sangat beragam, baik yang dikuantifikasi pada masa pra maupun pasca perkembangan teknologi penginderaan jauh. Sehingga hal ini menyebabkan terdapat perbedaan luasan hutan mangrove yang tercatat, bahkan perbedaan tersebut dapat terjadi pada periode analisis waktu yang sama.
Luasan hutan mangrove Indonesia menurun dari luas awal sekitar 4.5 juta ha menjadi 1.9 juta ha. Penurunan luas hutan mangrove terjadi paling dominan karena kerusakan yang disebabkan oleh faktor manusia, seperti alih tata guna lahan mangrove menjadi lahan tambak, ekploitasi kayu mangrove untuk kayu bakar dan arang khususnya untuk jenis Rhizopora spp, Avicennia Marina spp, dan Bruguiera spp. Jenis Rhizopora spp, Avicennia Marina spp dan Bruguiera spp sering dimanfaatkan sebagai arang dan kayu bakar, karena arang dari jenis-jenis tersebut memiliki nilai kalor yang tinggi yaitu sekitar 4.400 kkal/kg – 7.300 kkal/kg (FAO, 1994).
Terkait dengan keberadaannya di lingkungan, hutan mangrove memberikan banyak manfaat bagi makhluk hidup dan lingkungan pantai. Hutan mangrove merupakan vegetasi yang berada pada daerah bibir pantai, sehingga 2 hutan mangrove menjaga garis pantai agar tetap stabil. Selain itu, hutan mangrove dapat melindungi pantai dan tebing sungai dari erosi atau abrasi, serta menahan atau menyerap tiupan angin kencang dari laut ke darat.
Hutan mangrove dapat menahan sedimen secara periodik sampai terbentuk lahan baru, sehingga memungkinkan terjadinya akresi atau penambahan garis pantai, serta sebagai kawasan penyangga proses intrusi ataurembesan air laut ke darat, atau sebagai filter air asin menjadi air tawar (Hendry, 2012 dalam Anurogo, 2015). (red)