Nama: Fatmawati (NIM : 200641007)
(Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung Fakultas Teknik dan Sains Prodi Konservasi Sumber Daya Alam)
Nuansababel.com, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah yang sumber daya lahannya dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai perkebunan dan lahan pertanian. Meskipun dikaruniai sumber daya mineral yang melimpah, sektor pertanian dan perkebunan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan salah satu sektor penunjang pembangunan daerah selain pertambangan. Karena kebanyakan penduduk setempat bukan hanya penambang timah, tapi juga petani.
Pembangunan sektor pertanian di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sangat penting untuk mencapai kedaulatan pangan, menarik tumbuhnya industri hulu dan mendorong tumbuhnya industri hilir yang akan memberikan kontribusi besar bagi pertumbuhan ekonomi daerah yang akan akhirnya memperbesar wilayah. pendapatan (Redhani dan Satria 2020).
Kehidupan satwaliar umumnya tidak banyak dipengaruhi oleh kegiatan manusia, namun kondisi tersebut dapat berubah ketika habitat dari satwaliar itu sendiri telah dirambah dan dialihfungsikan oleh manusia menjadi kawasan perkebunan, pembangunan, serta peruntukan lain yang mengharuskan dilakukannya pembukaan lahan.
Menurut Harahap et al. (2013), pembukaan lahan menyebabkan luasan hutan atau kawasan habitat satwaliar menyempit sehingga kondisi pakan juga berkurang. Hal inilah yang kemudian memaksa satwaliar untuk mencari ruang gerak baru sehingga masuk ke permukiman dan perkebunan masyarakat dan mengakibatkan terjadinya konflik antara masyarakat dengan satwaliar. Jumaryati dkk. (2020) menyatakan bahwa terdapat faktor-faktor penyebab konflik antara manusia dan alam, seperti pengelolaan kawasan hutan baik lama maupun baru, penebangan liar, perluasan areal perkebunan, yang dilakukan tanpa memperhatikan dan tidak menghargai keberadaan satwa liar, perburuan, kurangnya makanan yang cukup untuk bertahan hidup di hutan dan pembukaan kawasan hutan untuk pertambangan.
Banyaknya kegiatan pembukaan lahan tersebut menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya konflik antara satwa liar dan manusia. Hal ini karena pembukaan lahan tersebut menyebabkan terjadinya degradasi habitat satwa liar dan berkurangnya sumber pakan alami satwa. Belakangan ini kapasitas terjadinya konflik antara satwa liar dan manusia semakin meningkat.
Dalam hal ini adalah konflik antara primata dan manusia yang terjadi di beberapa desa di Pulau Bangka. Khususnya di Desa Balunijuk dan Jada Bahrin, yaitu konflik antara primata dan manusia. Desa Balunijuk adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka. Desa ini merupakan desa yang dikenal sebagai desa penghasil sayuran bahkan dikategorikan sebagai lumbung sayur Bangka (p2k.unkris.ac.id) dikarenakan komoditi sayuran di desa ini menjadi komoditi utama dan mayoritas masyarakat menggantungkan hidupnya dengan bertani sayur Karena mayoritas mata pencaharian masyarakat di lokasi penelitian adalah petani, maka banyak dijumpai kawasan perkebunan sayur-sayuran, buah, lada, dan kacang-kacangan.
Tidak hanya di Desa Balunijuk, Desa Jada Bahrin juga kerap terjadi konflik antara primata dan manusia. Desa Jada Bahrin adalah desa yang tidak jauh dari Desa Balunijuk. Berada di Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka.
Selain itu, pembukaan lahan untuk area pertanian pun menimbulkan konflik antara satwa liar dan manusia karena wilayah yang digunakan untuk area perkebunan merupakan habitat bagi satwa liar.
Dalam konflik ini satwa liar yang terlibat adalah jenis primata. Jenis primata yang kerap kali terlibat konflik dengan masyarakat desa adalah monyet Ekor Panjang (Macaca fasicularis).
Akibat dari konflik ini masyarakat mengalami kerugian karena primata-primata tersebut yang kerap datang dan merusak kawasan perkebunan masyarakat untuk mencari makanan.
Rusaknya habitat alami satwa, menyebabkan satwa menjadi terdesak dan mencari area jelajah baru untuk menemukan sumber pakan pengganti. Hal tersebut berujung kepada konflik, dimana tidak jarang satwa tersebut menyerang masyarakat yang berada di kawasan perkebunan.
Konflik antara primata dan manusia di Pulau Bangka harus segera ditanggulangi mengingat kerugian dan korban jiwa yang terus bertambah akibat konflik ini. Konflik satwa liar dan manusia merupakan suatu permasalahan yang kompleks, dimana dalam hal ini bukan hanya keselamatan manusia yang diutamakan tetapi juga keselamatan satwa liar itu sendiri (Lestari et al. 2020).
Mengingat berbagai dampak negatif yang ditimbulkan dari terjadinya konflik primata dan manusia “Konflik Satwa Liar dengan Masyarakat di Pulau Bangka” Khususnya Desa Jada Bahrin dan Balunijuk Kabupaten Bangka ini penting dilakukan mengingat perlunya mitigasi yang dilakukan masyarakat untuk menanggulangi konflik yang terjadi serta untuk mencegah terjadinya konflik di kemudian hari.
Banyak cara efiseien untuk upaya pengendalian konflik primata dengan masyarakat yaitu dengan cara pemasangan paranet, pemasangan pagar pembatas, menanam tanaman yang tidak disukai satwa sekitar kebun, membuat orang-orang sawah dan selain itu, usaha yang disarankan dalam pengendalian gangguan satwaliar terhadap komoditas pertanian dapat dilakukan denga penempetan lokasi tanam yang jauh dari hutan dan mengubah jenis-jenis komoditas yang ditanam yaitu jenis tanaman yang tidak disukai satwaliar seperti tanaman pare (Momordica charantia). (red)